Angka kematian akibat bunuh diri di Tanah Air, belakangan cenderung meningkat. Kasus yang disebabkan banyak faktor ini cenderung dilakukan di tempat-tempat terbuka, terutama di kota besar.
Sebelumnya, pada 2005 angka kasus bunuh diri di Indonesia dinilai masih tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2005, sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan bunuh diri setiap tahunnya. Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan bunuh diri per harinya.
Kemudian pada 2007 terdapat 12 korban bunuh diri karena terimpit persoalan ekonomi, delapan kasus lainnya karena penyakit yang tak kunjung sembuh lantaran tidak punya uang untuk berobat, dan dua kasus akibat persoalan moral, yakni satu orang karena putus cinta, serta satu orang akibat depresi.
Selanjutnya pada 2008 berdasarkan data, sejak Januari hingga April sudah ada 11 kasus bunuh diri yang terjadi di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, atau rata-rata setiap bulan hampir tiga kasus.
Sementara itu, berdasarkan data dari Sumber Wahana Komunikasi Lintas Spesialis menunjukkan di Indonesia tidak ada data nasional secara spesifikasi tentang bunuh diri.
Namun, laporan di Jakarta menyebutkan angka bunuh diri sekitar 1,2 kasus per 100.000 penduduk, dan kejadian bunuh diri tertinggi di Indonesia adalah Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang mencapai 9 kasus per 100.000 penduduk.
Angka bunuh diri tertinggi berada di kelompok usia remaja dan dewasa muda (15 ? 24 tahun), jenis kelamin laki-laki melakukan bunuh diri empat kali lebih banyak dari perempuan. Namun, perempuan melakukan percobaan bunuh diri empat kali lebih banyak dari laki laki.
Posisi Indonesia sendiri hampir mendekati negara-negara bunuh diri seperti Jepang, dengan angka bunuh diri mencapai lebih dari 30.000 orang per tahun, dan China yang mencapai 250.000 per tahun.
Ida Rochmawati juga mengajak warga kabupaten ini aktif mensosialisasikan pencegahan tindak bunuh diri, karena Gunung Kidul dikenal sebagai salah satu daerah di Indonesia yang angka kasus bunuh dirinya paling tinggi. Setidaknya dirinya menangani 10 pasien dalam satu bulan, dan mereka rata-rata pernah berpikiran untuk menghabisi nyawanya dengan cara bunuh diri. "Sehingga, pasien seperti itu harus mendapat perhatian agar sadar, dan mengurungkan niat mengakhiri hidupnya," katanya.
Jika mereka berhasil bunuh diri, kata dia, angka bunuh diri di Gunung Kidul akan semakin tinggi. "Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama semua pihak untuk menekan kasus bunuh diri di kabupaten ini," katanya.
Ia menyebutkan selama 10 tahun terakhir, Gunung Kidul menempati peringkat pertama kasus bunuh diri di Indonesia. "Kasus bunuh diri sebenarnya bukan 100 persen karena keinginan individu, namun pengaruh lingkungan, pergaulan, dan kondisi ekonomi menjadi salah faktor yang memperbesar keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri," katanya.
Menurut dia, bunuh diri bisa dicegah, karena sekitar 80 persen penyebab seseorang bunuh diri karena depresi dan stres. "Oleh karena itu, masyarakat mesti waspada jika ada tetangga dan familinya yang mulai menarik diri dari pergaulan, mengurung diri di rumah, dan murung. Warga bisa bertindak proaktif dengan mendekati mereka, mulai menyapa, lebih perhatian, dan jangan biarkan dia sendirian," katanya.
Namun, kata dia, ada juga orang bunuh diri akibat dari keyakinan, karena bunuh diri dengan cara gantung bisa karena historis atau memang dari keluarga itu secara turun temurun melakukan bunuh diri.
Ia mengatakan wilayah Gunung Kidul memang termasuk tinggi angka bunuh dirinya. Sebab, berdasarkan sejarahnya, daerah setempat merupakan tempat atau pelarian prajurit yang kalah perang di masa lalu. "Warga di daerah ini juga terbentur permasalahan hidup. Saya masih menganggap bahwa teori modeling atau meniru perilaku bunuh diri, juga menjadi salah satu faktor terbesar penyebab tingginya angka kejadian orang gantung diri di Gunung Kidul," katanya.
Sumber : http://www.phinisinews.com/read/2011/12/28/8284-who_diajak_menghentikan_kasus_bunuh_diri
Sebelumnya, pada 2005 angka kasus bunuh diri di Indonesia dinilai masih tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2005, sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan bunuh diri setiap tahunnya. Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan bunuh diri per harinya.
Kemudian pada 2007 terdapat 12 korban bunuh diri karena terimpit persoalan ekonomi, delapan kasus lainnya karena penyakit yang tak kunjung sembuh lantaran tidak punya uang untuk berobat, dan dua kasus akibat persoalan moral, yakni satu orang karena putus cinta, serta satu orang akibat depresi.
Selanjutnya pada 2008 berdasarkan data, sejak Januari hingga April sudah ada 11 kasus bunuh diri yang terjadi di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, atau rata-rata setiap bulan hampir tiga kasus.
Sementara itu, berdasarkan data dari Sumber Wahana Komunikasi Lintas Spesialis menunjukkan di Indonesia tidak ada data nasional secara spesifikasi tentang bunuh diri.
Namun, laporan di Jakarta menyebutkan angka bunuh diri sekitar 1,2 kasus per 100.000 penduduk, dan kejadian bunuh diri tertinggi di Indonesia adalah Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang mencapai 9 kasus per 100.000 penduduk.
Angka bunuh diri tertinggi berada di kelompok usia remaja dan dewasa muda (15 ? 24 tahun), jenis kelamin laki-laki melakukan bunuh diri empat kali lebih banyak dari perempuan. Namun, perempuan melakukan percobaan bunuh diri empat kali lebih banyak dari laki laki.
Posisi Indonesia sendiri hampir mendekati negara-negara bunuh diri seperti Jepang, dengan angka bunuh diri mencapai lebih dari 30.000 orang per tahun, dan China yang mencapai 250.000 per tahun.
Ida Rochmawati juga mengajak warga kabupaten ini aktif mensosialisasikan pencegahan tindak bunuh diri, karena Gunung Kidul dikenal sebagai salah satu daerah di Indonesia yang angka kasus bunuh dirinya paling tinggi. Setidaknya dirinya menangani 10 pasien dalam satu bulan, dan mereka rata-rata pernah berpikiran untuk menghabisi nyawanya dengan cara bunuh diri. "Sehingga, pasien seperti itu harus mendapat perhatian agar sadar, dan mengurungkan niat mengakhiri hidupnya," katanya.
Jika mereka berhasil bunuh diri, kata dia, angka bunuh diri di Gunung Kidul akan semakin tinggi. "Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama semua pihak untuk menekan kasus bunuh diri di kabupaten ini," katanya.
Ia menyebutkan selama 10 tahun terakhir, Gunung Kidul menempati peringkat pertama kasus bunuh diri di Indonesia. "Kasus bunuh diri sebenarnya bukan 100 persen karena keinginan individu, namun pengaruh lingkungan, pergaulan, dan kondisi ekonomi menjadi salah faktor yang memperbesar keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri," katanya.
Menurut dia, bunuh diri bisa dicegah, karena sekitar 80 persen penyebab seseorang bunuh diri karena depresi dan stres. "Oleh karena itu, masyarakat mesti waspada jika ada tetangga dan familinya yang mulai menarik diri dari pergaulan, mengurung diri di rumah, dan murung. Warga bisa bertindak proaktif dengan mendekati mereka, mulai menyapa, lebih perhatian, dan jangan biarkan dia sendirian," katanya.
Namun, kata dia, ada juga orang bunuh diri akibat dari keyakinan, karena bunuh diri dengan cara gantung bisa karena historis atau memang dari keluarga itu secara turun temurun melakukan bunuh diri.
Ia mengatakan wilayah Gunung Kidul memang termasuk tinggi angka bunuh dirinya. Sebab, berdasarkan sejarahnya, daerah setempat merupakan tempat atau pelarian prajurit yang kalah perang di masa lalu. "Warga di daerah ini juga terbentur permasalahan hidup. Saya masih menganggap bahwa teori modeling atau meniru perilaku bunuh diri, juga menjadi salah satu faktor terbesar penyebab tingginya angka kejadian orang gantung diri di Gunung Kidul," katanya.
Sumber : http://www.phinisinews.com/read/2011/12/28/8284-who_diajak_menghentikan_kasus_bunuh_diri
No comments:
Post a Comment